MAKALAH KETIDAKNYAMANAN PADA IBU HAMIL
“ANEMIA”
Disusun Oleh :
Fitriana Sindi 16140012
Kelas : B.13.1
UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI D-IV BIDAN PENDIDIK
TAHUN AJARAN 2016/2017
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................
Latar Belakang......................................................................................................1
Rumusan Masalah.................................................................................................1
Manfaat dan Tujuan..............................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................
1) Anemia pada kehamilan................................................................................3
2) Patofisiologi anemia pada kehamilan............................................................3
3) Faktor-faktor yang mempengaruhi anemia pada kehamilan.........................4
4) Pengaruh anemia dalam kehamilan...............................................................6
5) Diagnosis anemia pada kehamilan................................................................7
6) Penatalaksanaan anemia ...............................................................................8
BAB III PENUTUP..............................................................................................
Kesimpulan..........................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Hamil adalah akibat proses pembuahan yang terjadi selama 12—24 jam dari waktu dimulainya
sel telur dilepaskan. Sperma dapat bertahan kurang lebih selama 5 hari. Jika sperma berhasil
membuahi telur, telur akan menuju ke uterus dan menempel di lapisan tebal yang terdapat di
dalamnya. Setelah itu, tubuh mulai memproduksi hormon kehamilan. Proses pembuahan bisa
terjadi akibat adanya hubungan seksual, yaitu aktivitas seksual yang berkaitan dengan sistem
reproduksi yang melibatkan gamet pria dan wanita.
Proses kehamilan umumnya terjadi selama 9 bulan, dihitung dari proses pembuahan sampai
persalinan. Untuk memudahkan tahapan yang berbeda pada perkembangan janin, tahap
perkembangan janin dibagi menjadi periode triwulan atau trimester.
Selama proses kehamilan, ibu hamil mengalami ketidaknyamanan yang dirasakan selama
kehamilan. Misalnya mual muntah, pusing berat, dll. Untuk menghadapi perubahan tersebut,
diharapkan ayah selalu mendampingi dan membantu mempersiapakan kebutuhan yang
menunjang kesehatan fisik dan mental istri serta janin yang dikandungnya.
1. Apa pengertian anemia pada kehamilan ?
2. Bagaimana patofisiologi anemia pada kehamilan ?
3. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi anemia pada kehamilan ?
4. Bagaimana pengaruh anemia dalam kehamilan ?
5. Bagaimana diagnosis anemia pada kehamilan ?
6. Bagaimana penatalaksanaan anemia ?
C. Manfaat dan Tujuan
1.Mengetahui pengertian anemia pada kehamilan
2 .Mengetahui patofisiologi anemia pada kehamilan
3.Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi anemia pada kehamilan
4.Mengetahui pengaruh anemia dalam kehamilan
5.Mengetahui diagnosis anemia pada kehamilan
6.Mengetahui penatalaksanaan anemia
BAB II
PEMBAHASAN
Anemia adalah penurunan jumlah sel darah merah atau penurunan konsentrasi hemoglobin
didalam sirkulasi darah. Kadar hemoglobin kurang dari 12 gram/dl untuk wanita tidak hamil
dan kurang dari 11 gram/dl untuk wanita hamil (Varney, 2006).
Anemia pada kehamilan adalah suatu keadaan dimana terjadi kekurangan darah merah dan
menurunnya hemoglobin kurang dari 11 gr/dl. Pada trimester I dan III kadar Hemoglobin
kurang dari 11 gr/dl, pada trimester II kadar hemoglobin kurang dari 10,5 gr/dl. Pada ibu hamil
anemia yang sering terjadi yaitu anemia defisiensi besi, defisiensi asam folat (Tarwoto, 2007).
Di Indonesia anemia pada kehamilan umumnya anemia defisiensi besi, yaitu anemia yang
disebabkan oleh kurangnya zat besi dalam tubuh, sehingga kebutuhan zat besi (Fe) untuk
eritroposis tidak mencukupi.
Perubahan hermatologi sehubungan dengan kehamilan adalah oleh karena perubahan sirkulasi
yang semakin meningkat terhadap plasenta dan pertumbuhan payudara. Volume plasma
meningkat 45-65% dimulai pada trimester II kehamilan dan maksimum terjadi pada bulan
ke-9 dan meningkat sekitar 1000 ml,
menurun sedikit menjelang atern serta kembali normal 3 bulan setelah partus.
Stimulasi yang meningkatkan volume plasma seperti laktogen plasma, yang menyebabkan
peningkatan sekresi aldesteron (Rukiah, 2010).
Selama kehamilan kebutuhan tubuh akan zat besi meningkat sekitar 800-1000 mg
untuk mencukupi kebutuhan seperti terjadi peningkatan sel darah merah membutuhkan 300-400 mg zat besi dan mencapai puncak pada usia kehamilan 32 minggu, janin membutuhkan
zat besi sekitar 100-200 mg dan sekitar 190 mg terbuang selama melahirkan.
Dengan demikian jika cadangan zat besi sebelum kehamilan berkurang maka pada saat hamil
pasien dengan mudah mengalami kekurangan zat besi (Riswan, 2003).
Gangguan pencernaan dan absorbsi zat besi bisa menyebabkan seseorang mengalami anemia
defisiensi besi. Walaupun cadangan zat besi didalam tubuh mencukupi dan asupan nutrisi
dan zat besi yang adikuat tetapi bila pasien mengalami gangguan pencernaan maka zat besi
tersebut tidak bisa diabsorbsi dan dipergunakan oleh tubuh (Riswan, 2003).
Anemia defisiensi besi merupakan manifestasi dari gangguan keseimbangan zat besi yang
negatif, jumlah zat besi yang diabsorbsi tidak mencukupi kebutuhan tubuh. Pertama-tama untuk mengatasi keseimbanganyang negatif ini tubuh menggunakan cadangan besi
dalam jaringan cadangan. Pada saat cadangan besi itu habis barulah terlihat tanda dan gejala
anemia defisiensi besi (Riswan, 2003).
Berkembangnya anemia dapat melalui empat tingkatan yang masing-masing berkaitan
dengan ketidaknormalan indikator hematologis tertentu.
a) Tingkatan pertama disebut dengan kurang besi laten yaitu suatu keadaan dimana banyaknya
cadangan besi yang berkurang dibawah normal namun besi didalam sel darah merah dari
jaringan tetap masih normal.
b) Tingkatan kedua disebut anemia kurang besi dini yaitu penurunan besi cadangan terus
berlangsung sampai atau hampir habis tetapi besi didalam sel darah merah dan jaringan belum
berkurang.
c) Tingkatan ketiga disebut dengan anemia kurang besi lanjut yaitu besi didalam sel darah
merah sudah mengalami penurunan namun besi dan jaringan belum berkurang.
d) Tingkatan keempat disebut dengan kurang besi dalam jaringan yaitu besi dalam jaringan
sudah berkurang atau tidak ada sama sekali (Kusharto, 1992).
Anemia pada kehamilan yang terjadi pada trimester pertama sampai ketiga dapat dipengaruhi
oleh faktor-faktor sebagai berikut:
a. Status gizi ibu pada saat hamil mempengaruhi berat badan janin dalam kandungan, apabila
status gizi buruk, baik sebelum kehamilan dan selama kehamilan akan menyebabkan berat
badan lahir rendah (BBLR), disamping itu akan mengakibatkan terhambatnya otak janin,
anemia pada bayi baru lahir. Bayi baru lahir akan mudah terkena infeksi (Supariasa, 2001).
Asupan gizi sangat menentukan kesehatan ibu dan janin yang dikandungnya. Kebutuhan gizi
pada masa kehamilan akan meningkat sebesar 15 % dibandingkan dengan kebutuhan wanita
normal, peningkatan gizi untuk (mammae), volume darah ,plasenta,air ketuban dan
pertumbuhan janin. Makanan yang dikomsumsi ibu hamil akan digunakan untuk pertumbuhan
janin sebesar 40% dan sisanya 60% digunakan untuk pertumbuhan ibunya. Secara normal
ibu hamil akan mengalami kenaikan berat badan sebesar 11-13Kg.
Hal ini terjadi karena kebutuhan asupan makanan ibu hamil meningkat seiring dengan
bertambahnya usia kehamilan (Huliana, 2001)
b. Faktor umur ibu hamil berkontribusi terhadap kejadian anemia selama hamil, Ibu hamil
yang berusia kurang dari 20 tahun masih membutuhkan zat besi lebih untuk keperluan
kebutuhan pertumbuhan diri sendiri dan juga untuk janinnya. Oleh karena itu, hamil di usia
20 tahun dengan asupan gizi yang tidak adekuat memiliki resiko anemia defisiensi besi
penelitian Nelwanti (2005) menemukan bahwa ibu hamil yang menderita anemia paling
bayak pada usia resiko yaitu kurang dari 20 tahun sebesar 58% (Nelwanti, 2005).
Paritas secara luas mencakup gravid/jumlah kehamilan yaitu kehamilan yang berulang atau
jumlah partus yang banyak lebih meningkat kejadian anemia akibat banyaknya darah yang
keluar selama proses persalinan, angka kejadian pada kehamilan makin tinggi dengan
semakin tingginya paritas (Hasibuan, 1997 dalam Sidabuke, 2003).
Penelitian Sidabuke (2003) menjelaskan bahwa terjadi peningkatan anemia pada ibu
hamil dengan paritas ≥ 5 sebesar 36,23%. Jarak antara kehamilan yang pendek
(kurang dari 2 tahun) mempunyai resiko untuk menderita anemia menurut anjuran yang
dikeluarkan oleh badan koordinasi keluarga berencana (BKKBN) jarak kelahiran yang ideal
adalah 2 tahun atau lebih karena jarak kelahiran yang pendek akan menyebabkan seorang
ibu belum cukup untuk memulihkan kondisi tubuhnya setelah melahirkan sebelumnya.
Maka semakin pendek jarak kehamilan resiko terjadi anemia makin meningkat
(Hasibuan, 1997 dalam Sidabuke, 2003).
c. Faktor yang menggambarkan tingkat sosio ekonomi salah satunya adalah tingkat pendidikan
dan pekerjaan. Tingkat sosio ekonomi yang rendah dapat mempengaruhi kejadian anemia.
Angka kejadian anemia pada ibu-ibu dengan kelompok pekerjaan suami
(petani, nelayan, pekerja lepas) lebih tinggi dari kelompok pekerjaan suami
(pegawai negeri, swasta dan dagang). Hal ini mencakup kemampuan dalam hal membeli
dan memenuhi makanan bergizi dan suplemen tambahan yang dibutuhkan pada saat hamil
(Hasibuan, 1997 dalam Sidabuke, 2003).
Ibu hamil yang berpendidikan rendah menderita anemia sebanyak 60%, sedangkan
ibu hamil yang berpendidikan tinggi menderita sebanyak 17,4%
(Fishkar dkk, 1993 dalam Nelwanti, 2004).
Pemeriksaan Antenatal Care, pada pemeriksaan antenatal dilakukan pemantauan dan
pemeriksaan terhadap keadaan anemia pada ibu hamil sehingga apabila ibu menderita
gejala anemia dapat dideteksi sedini mungkin dengan pemeriksaan antenatal yang secara
teratur untuk diberi penanganan segera. Pada pemeriksaan ini tablet penambahan darah
(tablet Fe) juga diberikan pada ibu yang tidak mengalami anemia untuk mencegah terjadinya
anemia. Pada beberapa penelitian yang sudah dilakukan bahwa jumlah penderita semakin
menurun pada kelompok yang sering mengunjungi klinik antenatal dan meningkat pada
kelompok yang tidak melakukan pemeriksaan antenatal
(Hasibuan, 1997 dalam Sidabuke, 2003).
Pengaruh anemia kehamilan pada ibu dapat menyebabkan resiko dan komplikasi antara lain:
anemia, pendarahan, berat badan ibu tidak bertambah secara normal, dan terkena penyakit i
nfeksi (Lubis, 2003).
Resiko meninggal dalam proses persalinan 3,6 kali lebih besar di banding ibu hamil yang
tidak anemia (Chi et al, 1981 dalam Riswan, 2003) terutama karena pendarahan dan
atau sepsis. Dari beberapa penelitian di Asia disimpulkan bahwa anemia memberikan
kontribusi minimal 23% dari total kematian ibu di Asia (Ross & Thomas dalam Lubis, 2003).
Pada saat proses persalinan, masalah yang timbul adalah persalinan sebelum waktunya
(prematur), pendarahan setelah persalinan dengan operasi cenderung meningkat (Lubis, 2003).
Anemia pada ibu hamil juga mempengaruhi proses pertumbuhan janin. Akibat yang
ditimbulkan seperti keguguran, abortus, bayi lahir mati, kematian neonatal, cacat bawaan,
anemia pada bayi asfiksia intrapartum (mati dalam kandungan), lahir dengan berat badan
rendah (BBLR) (Lubis, 2003). Hal penelitian Lubis (2003) pada analisa bivariat anemia
batas 9 gr/dl dan anemia berat secara statistik tidak ditemukan nyata melahirkan bayi BBLR.
Namun untuk melahirkan bayi mempunyai resiko 3,081 kali.
Sedangkan dari hasil analisa multivariate dengan memperhatikan masalah riwayat kehamilan
sebelumnya menunjukkan bahwa ibu hamil penderita anemia berat memperoleh resiko untuk
melahirkan BBLR 4,2 kali lebih tinggi disbanding dengan yang tidak penderita anemia berat.
Lee (2006) tentang status besi dan dihubungkan dengan hasil kehamilan pada wanita hamil di
Korea menjelaskan bahwa bayi yang dilahirkan dari ibu yang kadar Hb rendah menunjukkan
rata-rata lahir dengan kelahiran prematur,
berat badan dan nilai APGAR yang rendah dibandingkan dengan bayi yang lahir
dengan ibu yang memiliki tingkat Hb yang tinggi.
l Pemeriksaan Fisik
Manifestasi klinis dari anemia pada kehamilan yang disebabkan karena kekurangan zat besi
sangat bervariasi walaupun tanpa gejala, anemia dapat menyebabkan tanda gejala seperti letih,
sering mengantuk, malaise, pusing, lemah, nyeri kepala, luka pada lidah, kulit pucat, konjungtiva,
bantalan kuku pucat, tidak ada nafsu makan, mual dan muntah (Varney, 2006).
Menentukan seseorang mengalami anemia melalui pemeriksaan fisik sangatlah sulit karena
banyak pasien yang asintomatis. Oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium
untuk memastikan anemia pasti.
Hemoglobin (Hb) Hemoglobin adalah parameter yang dingunakan secara luas untuk menetapkan
prevalensi anemia (Nyoman, 2002). Keuntungan metode pemeriksaan Hb adalah mudah,
sederhana dan penting bila kekurangan besi tinggi, seperti pada kehamilan sedangkan
keterbatasan pemeriksaan Hb adalah spesifitasnya kurang yaitu sekitar 65- 99% dan
sensifitasnya 80-90% (Riswan, 2003).
Anemia pada ibu hamil berdasarkan pemeriksaan dan pengawasan Hb dengan Sahli dapat
digolongkan berdasarkan berat ringannya terbagi menjadi : anemia berat jika Hb 7gr %,
anemia sedang jika kadar Hb antara 7 sampai 8 gr % dan bila anemia ringan jika kadar Hb
antara 9 sampai 10 gr % (Manuaba, 2001).
Metode yang paling sering digunakan di laboratorium dan paling sederhana adalah metode
Sahli dan sampai saat ini baik di Puskesmas maupun di beberapa Rumah sakit. Pada metode
sahli, hemoglobin dihidrolisis dibentuk dengan HCL menjadi forroheme oleh oksigen yang
ada di udara dioksidasi menjadi ferriheme yang segera bereaksi dengan ion CL membentuk
Ferrihemechlorid yang juga disebut hematin atau hemin yang berwarna coklat. Warna yang
terbentuk ini dibandingkan dengan warna standard, karena membandingkan pengamatan dengan
mata secara langsung tanpa menggunakan alat, maka subjektivitas hasil pemeriksaan sangat
berpengaruh hasil pembacaan (Supariasa dkk, 2001).
Pada Kehamilan Ada sejumlah kasus anemia dapat memperburuk kehamilan, apabila hasil
pengkajian riwayat atau uji laboratorium menunjukkan kelainan maka perlu mengevaluasi
wanita tersebut untuk menentukan etiologi anemian dan kemudian menyusun rencana
penatalaksanaan (Varney, 2006). Oleh karena itu perlu segera dilakukan terapi anemia dengan
tujuan untuk mengoreksi kurangnya massa hemoglobin dan mengembalikan simpanan besi.
Pada saat hamil kebutuhan tubuh ibu terhadap besi meningkat untuk memenuhi kebutuhan fetal,
plasenta dan pertambahan massa eritrosit. Bila cadangan besi ibu tidak mencukupi pada waktu
belum dan sesudah kehamilan serta asupan gizi yang tidak adikuat selama kehamilan maka
mengakibatkan ibu mengalami anemia defesiensi besi. Oleh karena itu perlu segera dilakukan
terapi anemia dengan tujuan untuk mengoreksi kurangnya massa hemoglobin dan
mengembalikan simpanan besi.
Terapi yang dilakukan yaitu:
l Diet kaya zat besi dan Nutrisi yang adekuat.
Diet yang dianjurkan pada pasien yang anemia adalah diet kaya zat besi. Pada dasarnya zat
besi dari makanan didapat dalam dua bentuk yaitu zat besi heme (yang didapati pada hati, daging, ikan) zat besi non heme (yang didapati pada padi-padian, buncis, kacang polong
yang dikeringkan, buah-buahan dan sayuran berwarna hijau seperti bayam, daun ubi
dan kangkung).
Zat besi heme menyumbangkan sejumlah kecil zat besi (hanya sekitar 10-15%).
Namun demikian zat besi heme diserap dengan baik dimana 10-35% yang di makan
akan masuk kedalam peredaran darah. Zat besi non heme atau zat besi yang berasal dari
tumbuh-tumbuhan merupakan bagian terbesar yang dikonsumsi sehari-hari,
namun diserap dengan buruk (hanya sekitar 2-8%) (Tan, 1996).
Makanan yang dapat mengganggu penyerapan zat besi seperti the dan kopi sebaiknya dihindari.
Sedangkan makanan yang mengandung vitamin C seperti buahbuahan sebaiknya diberikan
untuk membantu peningkatan penyerapan zat besi (Riswan, 2003).
l Pemberian zat besi oral
Preparat zat besi oral yang biasa diberikan pada ibu hamil adalah : Ferrous sulfonat, glukonat
dan fumarat. Prinsip pemberian terapi zat besi oral ini tidak hanya untuk mencapai nilai
hemoglobin yang normal tetapi juga memperbaiki cadangan besi didalam tubuh.
Cara pemberian zat besi oral ini berbeda-beda pendapat.
Maurer menganjurkan pemberian zat besi selama 2-3 bulan setelah hemoglobin menjadi normal.
Beutler mengemukakan bahwa yang penting dalam pengobatan dengan zat besi adalah agar
pemberiannya terus dilakukan sampai morfologi darah tepi menjadi normal dan cadangan besi
dalam tubuh terpenuhi. Pendapat yang lain mengatakan biasanya dalam 4-6 minggu
perawatan hematokrit meningkat sampai nilai yang diharapkan, peningkatan biasanya dimulai
minggu kedua. Peningkatan retikulosit 5-10 hari setelah pemberian terapi besi bisa
memberikan bukti awal untuk peningkatan produksi sel darah merah.
Sebelum dilakukan pengobatan harus dikalkulasikan terlebih dahulu jumlah zat besi yang
dibutuhkan. Misalnya hemoglobin sebelumnya adalah 6 gr/dl, maka kekurangan hemoglobin
adalah 12 – 6 = 6gr/dl, sehingga kebutuhan zat besi adalah : 6 x 200 mg.
kebutuhan besi untuk mengisi cadangan adalah 500 mg, maka dosis Fe secara keseluruhan
adalah 1200 + 500 = 1700 mg. maka pemberian dapat berupa Fero sulfat : 3 tablet / hari,
@ 300 mg mengandung 600 mg Fe atau Fero glukonat: 5 tablet/hari, @ 300 mg mengandung
37 mg Fe atau bisa juga Fero Fumarat : 3 tablet / hari, @ 200 mg mengandung 67 mg Fe.
Maka respon hasil yang tercapai adalah Hb meningkat 0,3-1 gr perminggu.
Pemberian zat besi oral ini juga member efek samping berupa konstipasi, berak hitam,
mual dan muntah (Riswan, 2003). Berdasarkan hasil penelitian Werdiningsih Tahun 2001
di Yogyakarta, melaporkan bahwa ibu hamil yang mengkonsumsi tablet Fe kurang dari
90 tablet selama kehamilan mempunyai resiko 2 kali menderita anemia kkurangan zat besi
dibandingkan dengan ibu hamil yang mengkonsumsi lebih dari 90 tablet.
Metode sederahana 250 mg besi elemental sebanding dengan 1 gram Hb. pemberian zat besi
secara parenteral jarang dilakukan karena mempunyai efek samping yang banyak seperti; nyeri,
inflamasi, phlebitis ,demam,atralgia, hipotensi,dan reaksi analfilaktik. Indikasi dari pemberian
parenteral yaitu anemia devfisiensi berat ,mempunyai efek samping pada pemberian oral ,
gangguan absorbs.mempunyai efek samping pada pemberian oral ,gangguan adsorbsi .
pemberiannya dapat diberikan secara intramuscular maupun intravena ( Riswan,2003)
BAB III
PENUTUP
kehamilan. Misalnya mual muntah, pusing berat, dll. Untuk menghadapi perubahan tersebut,
diharapkan ayah selalu mendampingi dan membantu mempersiapakan kebutuhan yang
menunjang kesehatan fisik dan mental istri serta janin yang dikandungnya.
Anemia adalah penurunan jumlah sel darah merah atau penurunan konsentrasi hemoglobin
didalam sirkulasi darah. Kadar hemoglobin kurang dari 12 gram/dl untuk wanita tidak hamil
dan kurang dari 11 gram/dl untuk wanita hamil (Varney, 2006).
Anemia pada kehamilan adalah suatu keadaan dimana terjadi kekurangan darah merah dan
menurunnya hemoglobin kurang dari 11 gr/dl. Pada trimester I dan III kadar Hemoglobin
kurang dari 11 gr/dl, pada trimester II kadar hemoglobin kurang dari 10,5 gr/dl. Pada ibu hamil
anemia yang sering terjadi yaitu anemia defisiensi besi, defisiensi asam folat (Tarwoto, 2007).
Kita dapat mengetahui :
- Patofisiologi anemia pada kehamilan
- Faktor-faktor yang mempengaruhi anemia pada kehamilan
- Pengaruh anemia dalam kehamilan
- Diagnosis anemia pada kehamilan
- Penatalaksanaan anemia
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar